Minggu, 18 September 2016

ADAT ISTIADAT PERNIKAHAN SUKU MANDAILING

1. PENDAHULUAN           

Berbicara tentang pernikahan, Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam suku dan budaya juga mempunyai tata cara adat tersendiri mengenai pernikahan. Pelaksanaan pernikahan secara adat biasanya unik dan berbeda satu sama lain. Misalnya, suku Mandailing yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Suku ini menganggap bukan termasuk dalam batak karena asal usul dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Tantular bahwa Mandailing, Pane, Toba dan Barus termasuk ke dalam rumpun Melayu dan tidak ada Batak di kala itu.     Nah, kembali lagi soal pernikahan, pengantin Mandailing menggunakan pakaian adat yang didominasi warna merah, keemasan dan hitam. Pengantin pria menggunakan penutup kepala yang disebut ampu-mahkota yang dipakai raja-raja Mandailing di masa lalu, baju godang yang berbentuk jas, ikat pinggang warna keemasan dengan selipan dua pisau kecil disebut bobat, gelang polos di lengan atas warna keemasan, serta kain sesamping dari songket Tapanuli. Sedangkan, pengantin wanita memakai penutup kepala disebut bulang berwarna keemaasan dengan beberapa tingkat, penutup daerah dada yaitu kalung warna hitam dengan ornamen keemasan dan dua lembar selendang dari kain songket, gelang polos di lengan atas berwarna keemasan, ikat pinggang warna keemasan dengan selipan dua pisau kecil, dan baju kurung dengan bawahannya songket.

2. TEORI    

Suku Mandailing adalah suku bangsa yang mendiami Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, dan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara beserta Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat, dan Kabupaten Rokan Hulu di Provinsi Riau. Mandailing merupakan kelompok masyarakat yang berbeda dengan suku, Hal ini terlihat dari perbedaan sistem sosial, asal usul, dan kepercayaan.TATA CARA ACARA SUKU MANDAILINGUpacara Adat Pernikahan Mandailing Sebelum acara adat dimulai, maka ada perencanaan kegiatan yang namanyahorja (pekerjaan) yangberhubungan dengan hal urusan adat diperlukan suatu kata sepakat. Hasil kesepakatan/ musyawarah adat tersebut namanya domu ni tahi. 

Ada 3 (tiga) Tingkatan Horja yang juga menentukan siapa-siapa yang harus hadir di paradatan tersebut, yaitu:
  1. Horja dengan landasannya memotong ayam.
Horja ini yang diundang hanya kaum kerabat terdekatnya dan undangannya  cukup dengan hanya pemberitahuan biasa saja.
  1. Horja dengan landasannya memotong kambing.
Horja ini biasanya disebut dalam paradatan, yaitu: pangkupangi. Yang diundang selain dari dalihan na tolu, juga ikut serta namora natoras di huta tersebut Raja Pamusuk.
  1. Horja dengan landasannya memotong kerbau.
Horja ini dimana semua unsur-unsur (lembaga-lembaga) adat diundang, baik yang ada di huta tersebut maupun yang ada di luar huta, seperti Raja-RajaTorbing Balok, Raja-Raja dari desa na walu dan Raja Panusunan. Makna dan filosofi Horja adalah menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT, melaksanakan, memelihara, mengembangkan dan melestarikan  seluruh nilai-nilai leluhur yang sudah berumur ratusan tahun, rasa kebersamaan, rasa tolong-menolong, rasa kegotongroyongan, saling menghargai, saling menghormati dan juga memberi manfaat kepada masyarakat. Dalam upacara perkawinan di adat Mandailing, diperlukan perlengkapan dalam upacara adat.Berikut ini adalah perlengkapan yang diperlukan dalam upacara-upacara adat yang dilaksanakan dengan upacara adat mandailing:Sirih (napuran/ burangir)
  • Sirih
  • Sentang (gambir)
  • Tembakau
  • Soda
  • Pinang
Tanda Kebesaran (paragat)
  • Payung rarangan
  • Pedang dan tombak
  • Bendera adat (tonggol)
  • Langit-langit dengan tabir
  • Tempat penyembelihan kerbau
Alat musik (uning-uningan)
  • Momongan (gong)
Terdiri dari: tawak-tawak, gong, doal, cenang, talempong, tali sasayak
  • Gordang sambilan (gendang)
  • Alat tiup
Pakaian penganten
  • Pakaian penganten laki-laki
  • Pakaian penganten perempuan
   
 pakaian penganten Mandailing seperti pada gambar :



























 Adat pada suku Mandailing melibatkan banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi dan anak boru. Prosesi upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai, yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik. Setiap anggota berbalas tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran. Orang pertama yang membuka pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat (suhut), dilanjutkan dengan menantu yang punya hajat (anak boru suhut), ipar dari anak boru (pisang raut), peserta musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja adat di kampung tersebut (hatobangan), raja adat dari kambpung sebelah (raja torbing balok) dan raja diraja adat/pimpinan sidang (raja panusunan bulang).Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat. Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan saat acara ini. Tujuannya untuk memulihkan dan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam.Masing-masing hidangan memiliki makna secara simbolik. Contohnya, telur bulat yang terdiri dari kuning dan putih telur mencerminkan kebulatan (keutuhan) badan (tondi). Pangupa tersebut harus dimakan oleh pengantin sebagai tanda bahwa dalam menjalin rumah tangga nantinya akan ada tantangan berupa manis, pahit, asam dan asin kehidupan. Untuk itu, pengantin harus siap dan dapat menjalani dengan baik hubungan tersebut.

3. ANALISIS     

Batak Mandailing sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya merupakan suatu etnik yang menarik garis keturunan dari pihak ayah, sehingga suatu perkawinan yang terjadi antara pihak laki-laki Batak Mandailing dan perempuan Batak Mandailing menghasilkan keturunan laki-laki, maka keturunannya tersebut berhak dan wajib meneruskan garis keturunan ayahnya yang dapat dilihat dari marga yang dibawanya, selain itu perkawinan antara individu Batak Mandailing merupakan suatu perkawinan yang dianggap ideal dari sudut pandang hukum adat Batak Mandailing, karena segala akibat yang timbul dari perkawinan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan hukum adat, namun apabila keturunan dari perkawinan tersebut adalah perempuan maka perempuan tersebut hanya berhak menerima marga ayahnya tanpa memiliki kemampuan meneruskan marga ayahnya tersebut pada keturunannya kelak.     Hukum adat yang ada dan berlaku sekarang ini ditengah-tengah masyarakat Batak Mandailing banyak dipengaruhi oleh hukum-hukum Islam, hal ini disebabkan pengaruh Islam yang sangat kuat dan menjadi landasan hukum adat, walaupun sebenarnya hukum adat Batak Mandailing bersumber dari adat budaya mereka sendiri tanpa campur tangan agama, masuknya pengaruh agama dalam hukum adat dapat dilihat dari istilah yang ada ditengah- tengah masyarakat Batak Mandailing, yaitu Adat-Ibadah, yang berarti adat harus sejalan dengan nilai-nilai agama yang dalam hal ini adalah agama Islam.     Masuknya pengaruh agama dalam hukum adat Batak Mandailing telah merubah hukum adat tersebut, seperti misalnya, dalam hukum adat tidak diatur mengenai perkawinan antara laki-laki Batak Mandailing dan perempuan Batak Mandailing namun berbeda keyakinan atau agama, dengan masuknya hukum agama (Islam) dalam hukum adat telah menjadikan perkawinan tersebut tidak sah dari sudut pandang agama, namun legal dari sudut pandang adat karena perkawinan yang terjadi merupakan perkawinan ideal tanpa dipengaruhi oleh faktor agama, hal ini secara antropologis terjelaskan bahwa agama muncul dan berkembang dari suatu kebudayaan, sehingga dalam pernikahan adat mandailing lebih kuat unsur agama islam dibanding dengan adat tetapi masih memakai nilai-nilai dari adat mandailing tersebut. 

4.REFERENSI
http://budayamandailing.blogspot.co.id/2011/05/upacara-adat-perkawinan-di-adat.htmlhttp://blog.goindonesia.com/pernikahan-etnis-mandailing/http://amelialia.weebly.com/adat-istiadat.html 

Kamis, 18 Desember 2014

Suku Batak Mandailing

 Suku Batak Mandailing

Bagas Godang Singengu/Rumah Tradisional Raja di Mandailing
Suku Mandailing adalah suku bangsa yang mendiami Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Asahan, dan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara beserta Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat, dan Kabupaten Rokan Hulu di Provinsi Riau. Mandailing merupakan kelompok masyarakat yang berbeda dengan suku, Hal ini terlihat dari perbedaan sistem sosial, asal usul, dan kepercayaan.
Pada masyarakat Minangkabau, Mandailing atau Mandahiliang menjadi salah satu nama suku yang ada pada masyarakat tersebut.

Asal Muasal Nama

Mandailing atau Mandahiling diperkirakan berasal dari kata Mandala dan Holing, yang berarti sebuah wilayah Kerajaan Kalinga. Kerajaan Kalingga adalah kerajaan Nusantara yang berdiri sebelum Kerajaan Sriwijaya, dengan raja terakhir Sri Paduka Maharaja Indrawarman yang mendirikan Kesultanan Dharmasraya setelah di-Islamkan oleh utusan Khalifah Utsman bin Affan pada abad ke-7 M. Sri Paduka Maharaja Indrawarman adalah putra dari Ratu Shima. Sri Paduka Maharaja Indrawarman kemudian dibunuh oleh Syailendra, pendiri Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 itu juga. Pada abad ke-10, Kerajaan Chola dari wilayah Tamil, India Selatan, dengan rajanya Rajendra telah menyerang Kerajaan Sriwijaya dan menduduki wilayah Mandailing, yang kemudian dikenal dengan nama Ang Chola (baca: Angkola). Ang adalah gelar kehormatan untuk Rajendra. Kerajaan India tersebut diperkirakan telah membentuk koloni mereka, yang terbentang dari Portibi hingga Pidoli.[3] Dalam Bahasa Minangkabau, Mandailing diartikan sebagai mande hilang yang bermaksud "ibu yang hilang". Oleh karenanya ada pula anggapan yang mengatakan bahwa masyarakat Mandailing berasal dari Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.

Mandailing Bukan Batak

Dalam hal ini banyak sejarahwan asing menjadikan Mandailing menjadi sub etnis dari Batak mulai pada masa pemerintahan Belanda, padahal orang-orang Mandailing sendiri menolak untuk disatukan dalam etnis Batak dalam administrasi pemerintahan Belanda pada awal abad 20 lalu, yang dikenal sebagai Riwajat Tanah Wakaf Bangsa Mandailing di Soengai Mati, Medan pada tahun 1925, yang berlanjut ke pengadilan. Hingga akhirnya, berdasarkan hasil keputusan Pengadilan Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia, Mandahiling diakui sebagai etnis terpisah dari Batak, karena etnis Batak sendiri sebenarnya lebih muda dari etnis Mandailing berdasarkan silsilah yang diakui etnis Batak sendiri Tarombo si Raja Batak,- nenek moyang orang Batak, yang ibunya yang bernama Deak Boru Parujar berasal dari etnis Mandailing. Etnis Mandailing sendiri menurut silsilahnya berasal dari etnis Minangkabau.

Adat Istiadat

Adat istiadat suku Mandailing diatur dalam Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga Kalinga), yang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat. Orang Mandailing mengenal tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak, yang merupakan varian dari aksara Proto-Sumatera, yang berasal dari huruf Pallawa, bentuknya tak berbeda dengan Aksara Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuna, dan Aksara Nusantara lainnya. Meskipun Suku Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dan dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha (pustaka). Namun amat sulit menemukan catatan sejarah mengenai Mandailing sebelum abad ke-19. Umumnya pustaka-pustaka ini berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, ramalan-ramalan tentang waktu yang baik dan buruk, serta ramalan mimpi.


Kekerabatan

Suku Mandailing sendiri mengenal paham kekerabatan, baik patrilineal maupun matrilineal. Dalam sistem patrilineal, orang Mandailing mengenal marga. Di Mandailing hanya dikenal belasan marga saja, antara lain Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, dan Hutasuhut. Bila orang Batak mengenal pelarangan kawin semarga, maka orang Mandailing tidaklah mengenal pelarangan kawin semarga. Hal ini lah yang menyebabkan marga orang Batak bertambah banyak, karena setiap ada kawin semarga, maka mereka membuat marga yang baru. Di lain pihak orang-orang dari etnis Mandailing apabila terjadi perkawinan semarga, maka mereka hanya berkewajiban melakukan upacara korban, berupa ayam, kambing atau kerbau, tergantung status sosial mereka di masyarakat, namun aturan adat itu sekarang tidak lagi dipenuhi, karena nilai-nilai status sosial masyarakat Mandailing sudah berubah, terutama di perantauan.

Rabu, 19 Desember 2012

Sejarah Sipahutar


Sipahutar adalah salah satu marga yang ada pada suku Batak. Marga Sipahutar berasal dari Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara. Semua marga mempunyai cerita, silsilah dan sejarah masing-masing. Demikian juga halnya dengan marga Sipahutar mempunyai sejarah tersendiri. Sipahutar mempunyai nenek moyang yang bernama Mata Sopiak Langit. Mata Sopiak Langit adalah Raja Marga Sipahutar atau keturunan pertama yang membawa marga Sipahutar sampai saat ini. Menurut sejarah dari para sesepuh Sipahutar terdahulu, Raja Sipahutar mempunyai satu buah mata yang terletak di tengah-tengah kening.
Sejak kecil, Mata Sopiak Langit sudah belajar hal-hal tentang perdukunan. Dengan kesaktiannya, beliau sangat dikenal dan sangat ditakuti oleh orang banyak.. Karena pengaruh kekuatannya ini juga Mata Sopiak Langit berkenalan dengan putri tulangnya (Pariban) yang bernama GIRING PANAITAN BORU HASIBUAN. Adapun tulangnya bernama HASIBUAN DATURARA dari kampung Janjimatogu Porsea. Putri tulangnya ini yang dikemudian hari dipinang menjadi istrinya.

Konon tanah kelahiran Si Raja Sipahutar berasal dari suatu kampung di pinggiran Danau Toba, di sekitar kota Porsea.Ayah dari Raja Sipahutar bernama Datu Dalu dan mempunyai beberapa orang saudara yang berasal dari satu Bapak (Datu Dalu). Adapun nama saudara-saudara Raja Sipahutar adalah adalah sebagai berikut :

1. Pasaribu (Habeahan, Bondar, Gorat)
2. Batubara
3. Sipahutar
4. Matondang
5. Tarihoran
6. Harahap
7. Gurning
8. Saruksuk
9. Parapat
10. Tanjung

Raja Sipahutar mempunyai 3 orang anak dari Boru Hasibuan, yaitu :
1. Hutabalian (Sulung)

Hutabalian tidak mempunyai keturunan. Menurut cerita, Hutabalian dihukum oleh bapaknya (Raja Sipahutar). Ia ditiup oleh Bapaknya sampai ke bukit Simanuk Manuk. Ini semua dikarenakan sikap Hutabalian yang tidak terpuji.

2. Namora Sohataon (Tengah)

Namora Sohataon adalah anak kedua dari Raja Sipahutar dan inilah yang meneruskan marga Sipahutar sampai saat ini.

3. Daulay (Bungsu)

Daulay adalah anak ketiga dari Raja Sipahutar dan pergi merantau ke daerah Tapanuli Selatan (Mandailing).

Setelah Sopiak Langit menghukum anak sulungnya (Hutabalian), Sopiak Langit sering merenung dan menyesali perbuatannya. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan Sopiak Langit pergi jauh dari kampungnya untuk melupakan kejadian menyedihkan tersebut. Ketika dia pergi dari kampungnya, dia meninggalkan istrinya, Boru Hasibuan. Namun kedua anaknya yang lain turut dibawanya (Namora Sohataon dan Daulay).
Mereka bertiga berpetualang selama berhari-hari menelusuri jalan dan daerah yang tak bertuan dan tak bernama. Setelah menempuh perjalanan yang panjang, mereka berhenti di suatu tempat dan mendirikan Para-para (menara kayu) sebagai tempat untuk mereka tinggal. Disanalah Ia berladang sambil membesarkan kedua anaknya. Kampung inilah yang kemudian bernama DESA SIPAHUTAR (sekarang Kecamatan Sipahutar), karena Raja Sipahutar yang bergelar Mata Sopiak Langit-lah yang merintisnya.
Setelah kedua anaknya dewasa, Si Bungsu, Daulay merantau ke daerah Tapanuli Selatan (Sipirok, Angkola, sampai ke Mandailing). Dari daerah inilah kemudian berkembang luas Marga Daulay dan berdiaspora sampai hari ini.

Sedangkan si anak kedua, Namora Sohataon menetap di kampung itu. Sampai akhirnya dia menikah dan memiliki 2 orang anak, yaitu :

1. Namora Tongguon (Sulung)
2. Paung Bosar (Bungsu)

Dalam perjalanan hidup Sopiak Langit selama di kampung Sipahutar, Ia memiliki banyak cerita dan dongeng. Ada yang menggambarkan jika Ia memiliki kekuatan yang tak tertandingi, Ia memiliki ilmu kebal. Ada juga yang mengatakan bahwa Ia adalah Dukun Sakti Mandraguna, yang dapat mengobati beragam penyakit.
Dan masih banyak juga pekerjaan-pekerjaan positif lainnya. Tetapi dibalik kehebatannya itu, ada juga pekerjaan-pekerjaan atau sikap-sikapnya yang kurang terpuji. Seperti mengambil istri orang lain untuk menjadi istrinya melalui kekuatan yang dimilikinya.
Sopiak Langit meninggal secara alamiah di desa Sipahutar. Di kemudian hari di tahun 1971 oleh keturunan Sipahutar dibuatlah makam resmi beserta tulang belulang istrinya, Boru Hasibuan yang diambil dari desa Janji Matobu, Porsea.
Adapun cerita dari kedua cucu Sopiak Langit yang bernama Namora Tongguon dan Paung Bosar beserta keturunannya pada akhirnya meninggalkan desa tersebut untuk mencari tempat hidup yang lebih baik. Mereka meninggalkan tanah dan harta warisan yang dititipkan ke Marga Silitonga.. Hal inilah yang di kemudian hari sampai dengan hari ini tidak ada lagi keturunan Sipahutar di desa tersebut, melainkan diganti dengan keturunan Silitonga.

Keturunan dari Namora Tongguon ada 5 orang :

1. Ompu Mandalo (bertempat di Lobusingkam, Sipoholon, Tarutung, Garoga)
2. Ompu Sahata (bertempat di Lobusingkam, Pagar Batu, Parsingkaman/Banuaji)
3. Ompu Rido (bertempat di Parsoburan, Garoga, Labuhan Batu)
4. Ompu Partuhoran (bertempat di Tarutung, Siborong-borong, Sibolga)
5. Ompu Raja Silaing (bertempat di Pagar Batu, Adian Koting, Pinangsori, Pahae)

Keturunan dari Paung Bosar ada 4 orang, yaitu :

1. Ompu Bela
2. Ompu Porhas Sohaunangan
3. Ompu Raja Jokkas Ulubalang
4. Ompu Namora Sojuangon

Keturunan dari Paung Bosar bermukim di daerah : Tarutung, Parsingkaman, Silangkitang, Sipan/Sihaporas (Sibolga), Pinangsori, Batangtoru, dan daerah-daerah lain.

Demikianlah keturunan-keturunan Raja Sipahutar tersebar ke seluruh negeri yang kemudian sampai ke kota-kota besar hingga Luar Negeri. Dari ke-9 keturunan inilah yang pada akhirnya mewarnai perkembangan kuantitas/jumlah marga Sipahutar di muka bumi ini.

Minggu, 16 Desember 2012

Kata-Kata Bijak Ir. Soekarno


     Ir. Soekarno/Koesno Sosrodihardjo (1901-1970) siapa tak tahu dia, orang yang memerdekakan negara tercinta  kita ini. Dengan keberaniannya membaca teks Proklamasi di lapangan IKADA yang disitu banyak sekali tentara-tentara penjajah tetapi beliau tetap melantunkan dan menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Kita harus bangga memiliki Presiden seperti Ir. Soerkaro termaksud Saya juga bangga pada beliau. Belia Menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 1945-1966. Beliau juga inmempunyai kata-kata bijak yang sangat indah mari kita dengarkan bersama.


1. Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali . (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno)

2.……….Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan…… (Bung Karno)

3. Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca bengala dari pada masa yang akan datang. (Pidato HUT Proklamasi 1966, Soekarno)

4.Apakah Kelemahan kita: Kelemahan kita ialah, kita kurang percaya diri kita sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah Rakyat Gotong Royong(Pidato HUT Proklamasi, 1966 Bung Karno)

5. Aku Lebih suka lukisan Samodra yang bergelombangnya memukul, mengebu-gebu, dari pada lukisan sawah yang adem ayem tentrem, “Kadyo siniram wayu sewindu lawase (Pidato HUT Proklamasi 1964 Bung Karno)

6. Laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali. ( Sarinah, hlm 17/18 Bung Karno)

7. Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia . (Bung Karno)

8. Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat. (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)

9. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. (Pidato Hari Pahlawan 10 Nop.1961)

10. Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.(Bung Karno)
11. Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka. (Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno)


12. Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya. (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)

11. Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.(Soekarno)

12. Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun. (Bung Karno)

13. Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” (Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno)

Jumat, 14 Desember 2012

Cinta Sejati


“Cinta tanpa maaf hanya akan menyisakan luka”
“Jika engkau berani mengatakan cinta, bersiaplah untuk merayu hatimu. Jangan biarkan hatimu mengkerut karena cemburu”
“Mata tidak bisa menilai kebenaran nurani, hanya hati yang penuh dengan cinta bisa merasakannya. Maka ketika hatimu penuh dengan rasa curiga matamu akan menilai semua yang salah seakan – akan benar”
“Cinta sejati hanya ada pada hati yang rela berkorban untuk kebahagiaan orang yang dia cintai, Walau dia harus tersakiti karenanya”
“Tak ada cinta tanpa cemburu, tak ada cemburu karena cinta. Cemburu lahir dari ketakutan dihianati, ketakutan miliknya diambil orang, bukankah cinta tak mesti memiliki?, mengapa harus cemburu?”.

SIKAP



Semakin lama saya hidup, semakin saya sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan
Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.
Sikap lebih penting daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.
Kita tidak dapat mengubah masa lalu
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi
Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.
Saya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.